Minggu, 30 Oktober 2016

CERPEN


Aku kalah lagi
Oleh maya febrika yuliani
            Ku buka jendela kamarku, terlihat matahari yang cerah yang seakan enggan menampakkan senyumnya. Butiran embun menutupi dedaunan hijau di samping kamarku, kicauan burung yang riang seakan ikut menyambut hari libur pertamaku yang sebelumnya tubuhku merasa lemas ketika harus belajar seminggu penuh. Dari luar terdengar suara ibu memanggilku
“Nisa ayo kita makan” teriak ibu yang langsung membuatku tersentak
“Iya sebentar bu, Nisa mandi dulu” jawabku sembari langsung bergegas menuju kamar mandi.
            Setelah selesai mandi aku langsung menuju meja makan. Terlihat banyak makanan yang siap untuk menggoyangkan lidahku pagi ini. Dengan lahapnya aku menyantap makanan tersebut sampai-sampai ibu menegurku
“Nisa kalu makan itu yang benar” kata ibu yang langsung menghentikanku yang sedang asyik makan
“Iya Nisa” sambung ayah                                                
“hehe iya bu, yah” aku langsung merapikan posisi dan sikapku.
Mulut yang tadinya kosong kini terisi penuh dengan makanan, bibir yang tadinya bersih kini menjadi merah dan berminyak. Nisa memang anak yang pandai dikelasnya, dia juga adalah anak tunggal jadi wajar jika Nisa terbiasa untuk menjadi yang pertama.

            Keesokan harinya aku kembali beraktivitas seperti biasa, pergi sekolah, belajar, mengerjakan tugas, hingga pulang sekolah. Disekolah aku menjadi andalan teman-temanku, aku menjadi anak kesayangan guru-guru karena dari kelas X hingga kelas XI sekarang aku menjadi juara pertama dikelas. Kalau ada tugas yang tidak bisa diselesaikan pasti teman-temanku bertanya padaku, hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kalau aku sangat tidak bisa tersaingi dan menerima kekalahan. Sepulang dari sekolah aku langsung melanjutkan pelajaran di rumah, dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
            Tak terasa sebentar lagi aku akan melaksanakan ujian kenaikan kelas, aku semakin giat belajar, walaupun aku selalu menjadi juara dikelas namun aku takut kalau teman-temanku menjadi juaranya. Dirumah, orang tua ku sangat bangga padaku dan aku pun selalu dimanja, semua keinginanaku pasti dituruti apa yang aku pinta pasti diberi. Malam yang indah, bulan separuh dan gemerlip bintang yang menemani malamku yang sunyi ini. Aku duduk diantara dua jendela kaca yang terbuka, aku termenung memikirkan apakah aku bisa tetap menjadi juara dikelas? Lamunanku terhenti ketika terdengar suara ketukan dari balik pintu kamarku.
“Eh ibu, ada apa bu?” tanyaku sembari membuka pintu
“Tidak apa-apa, kamu belum tidur?” ibu balik bertanya
“Belum bu”
“Kenapa? Apa yang kau pikirkan, nak?” tanya ibu lagi sembari mengajakku menuju tempat tidurku
“Tidak bu. Aku hanya terpikir untuk ujian kenaikan kelas besok” jawabku
“Oh, Nis yakinlah kalau kamu sudah berusaha dan kamu sudah berdo’a niscaya kebaikan allah SWT akan datang padamu” cetus ibu yang sangat menenangkan hatiku
“Iya bu”
“Ya sudah sekarang tidurlah, kan besok kamu akan ujian” sembari keluar dari kamarku.
            Setelah ibu keluar aku tertegun dan terpikir kalau sekarang aku sudah berusaha. Namun, aku belum berdo’a kepada sang maha kuasa. Aku langsung menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Setelah itu aku langsung sholat dan meminta kepada allah dengan penuh rasa harap bahwa allah SWT akan mengabulkannya. Pagi ini aku melangkahkan kaki keluar rumah dengan diiringi lapas “bismillahhirrohmaanirrohim” yang keluar dari sela bibir mungilku. Aku pergi ke sekolah dengan semangat dan rasa percaya diri kalau “aku pasti bisa menjawab ujian ini”. Hari-hari berlalu, tak terasa waktu ujian telah selesai kujalankan. Pada saat pengumuman aku menjadi juara pertama lagi dikelas dan aku pun naik ke kelas XII. Aku pulang dengan perasaan gembira tak sabar rasanya diri ini memberitahukan semua pada kedua orang tuaku, dan tak sabar rasanya aku ingin menikmati liburan bersama keluargaku.
            Setelah aku dan keluargaku liburan cukup lama, sekarang tibalah saatnya aku kembali ke sekolah dan menduduki kelas baru yaitu kelas XII. Ku bernyanyi riang menikmati pagi yang sejuk, suara kendaraan ramai seakan ikut bernyanyi bersamaku. Ranting-ranting pohon bergoyang menyambut hari pertamaku masuk sekolah, dengan langkah pelan namun pasti aku memasuki gerbang sekolah. Dari kejauhan tampak seorang cowok dengan kacamata besar yang melekat diatas hidungnya dan aku belum pernah melihatnya. “Siapa itu? ah sudalah lebih baik aku kekelas sekarang” pikirku dalam hati sembari kembali berjalan menuju kelas baruku.
            Saat bel masuk berbunyi tiba-tiba bu Serli, wali kelas kami masuk kelas dengan diiringi seorang cowok yang tadi kulihat ketika dijalan.
“Anak-anak kita kedatangan teman baru, ini Rio dia baru pindah kesini ikut ayahnya” jelas bu Serli kepada kami
“Rio duduk disini saja” cetus Didi sembari menunjuk kursi kosong disampingnya
“Ayo Rio kamu duduk disamping Didi, anak-anak semoga kalian dapat berteman baik dengan Rio” jawab bu serli sebelum keluar kelas.
            Seiring berjalannya waktu aku semakin melihat kecerdasan Rio, walaupun Rio anak yang culun dan pendiam tapi aku tahu kalau Rio adalah anak yang cerdas. Dikelas, aku bersaing ketat dengan Rio, nilai aku dan Rio selalu sama bahkan ada pelajaran tertentu yang nilaiku dibawah Rio. “Rio adalah anak yang pandai, aku takut jika nanti dia akan menjadi juara dikelas ini. Tapi, ah tidak itu tidak mungkin aku kan lebih pandai dari dia” pikirku dalam hati sembari termenung. Dirumah aku belajar dengan giat karena sebentar lagi akan ujian semester. Aku terkejut saat ibu memanggilku dari ruang tamu
“Nisa sini nak”
“Iya bu sebentar” jawabku sambil menuju ke ruang tamu
“Ada apa bu”
“Bagaimana sekolahmu Nisa?” tanya ayah sembari meletakkan secangkir kopi yang sudah diminumnya
“Baik ayah, lancar. Ayah, di kelas Nisa ada anak baru namanya Rio”
“Bagaimana anaknya?” tanya ayah lagi
“Kelihatannya sih anaknya pandai ayah” jawabku singkat.
            Perbincangan kami terhenti ketika ibu datang dari dapur sambil membawa sepiring kue kecil yang siap untuk masuk kemulutku.
“Nis kamu sudah belajar? Kan besok kamu ujian?” tanya ibu
“Sudah bu” jawabku dengan kue yang penuh didalam mulutku.
Setelah aku selesai makan ibu langsung menyuruhku untuk tidur, aku pun langsung beranjak dari tempat dudukku dan menuju ke kamar.
            Ku sambut pagi dengan senyuman dan rasa takutku untuk menghadapi ujian hari ini. Aku merasa sekarang aku memiliki saingan baru di kelas. Kujalani ujian dengan tenang. Namun, rasa takut untuk tersingkirkan masih menghantui pikiranku. Di sisi lain Rio terlihat tenang dan santai dalam menjalankan ujian. Hingga akhirnya sampailah kami pada hari terakhir ujian. Saat pengumuman, ternyata apa yang aku takut-takuti  menjadi kenyataan. Ternyata Rio yang menjadi juara pertama dikelasnya dan aku juara kedua. Hal ini membuatku semakin benci melihat Rio. “ujian kelulusan nanti pokoknya aku harus menjadi juara pertama dikelas” itulah tekadku yang akan selalu ku ingat.
            Tekadku yang kuat yang membuat aku lebih giat untuk belajar sampai-sampai aku sering lupa waktu. Di sekolah aku terlihat lemas karena sering tidur larut malam, sedangkan Rio terlihat segar. Di kelas Rio juga menjadi andalan teman-teman. Kejadian ini membuatku tambah giat belajar. Apalagi sebentar lagi ujian kelulusan. Dua hari sebelum ujian aku jatuh sakit dan dilarikan ke rumah sakit. Dokter mengatakan kalau aku harus dioperasi. Sebenarnya hati kecilku berkata kalau aku tidak mau menjalankan operari apalagi sebentar lagi aku akan ujian. Tapi itu semua demi kebaikanku, keadaanku mulai membaik 3 hari sesudah operasi dan itu artinya aku tidak mengikuti jalannya ujian kelulusan. Namun, adanya kebijakan dari sekolah sehingga aku diperbolahkan menjalani ujian di rumah sakit.
            Dengan giatnya aku menjalani ujian dan aku berharap aku akan kembali menjadi juara di kelas, aku yakin semua jawabanku benar. Aku terhenti menjawabnya ketika ibu memanggilku
“Nis cepat sekali kamu menjawab?” tanya ibu
“Iya bu, aku yakin semua jawabanku benar dan aku kembali menjadi juara dikelas” jawabku pada ibu sambil melanjutkan mengisi lembar jawaban
“Jangan terburu-buru, bagi ibu kamu lulus saja itu sudah cukup”
“hm, tapi aku tidak hanya ingin sekedar lulus bu. Aku ingin menjadi juara” jawabku dalam hati sembari cemberut mendengar perkataan ibu.
            Waktu yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba yaitu saat pengumuman, aku masih tetap dengan keyakinanku. Dengan sombongnya aku menunggu kabar dari temanku “Ah pasti aku yang menjadi juara kelas kali ini” pikirku sambil tersrnyum. Saat diumumkan ternyata Rio yang menjadi juara pertama dikelas, dan aku kembali menjadi juara kedua. Kekesalanku kepada Rio semakin memuncak.
            Pagi yang cerah dengan keadaanku yang semakin membaik, tiba-tiba ibu masuk kekamar rawatku
“Nis ada temanmu yang ingin menjengukmu”
“Siapa bu” jawabku
“Ibu tidak tahu tapi anaknya memakai kacamata”
“Ah itu pasti Rio, mau apa dia kesini. Suruh masuk saja bu”.
Setelah orang itu masuk ternyata benar dia adalahRio yang datang dengan membawa sebuah amplop ditangannya.
“Nis ini surat kelulusan kamu, kamu juara kedua Nis”
“Terus kenapa kalau aku juara kedua, kamu kesini pasti hanya untuk mengejekku kan?” jawabku dengan nada keras
Rio hanya tersenyum melihat kelakuan Nisa kepadanya
“Tidak Nis, selain aku ingin memberikan surat ini. Aku membawa informasi bagimu”
“ah sudalah katakan saja kalau memang iya kamu kesini hanya untuk mengejekku” cetus Nisa dengan nada semakin marah
Rio kembali membalas perlakuan Nisa dengan senyuman
“Tidak Nis, kamu di terima di salah satu universitas di luar negeri Nis. Sebenarnya aku yang diterima di sana dengan jurusan matematika, tapi aku rasa kamu lebih pandai dariku dibidang itu. jadi itu kuserahkan padamu”
“Kenapa kamu masih baik padaku? Padahal aku sangat kesal denganmu sampai-sampai aku mengira kalau kau adalah saingan terberatku? ” tanyaku
“Sudalah Nis, aku akan kuliah di universitas yang aku inginkan. Aku tidak menganggapmu sebagai sainganku. Bagiku sainganku adalah diriku sendiri, jika hari ini aku lebih baik dari kemarin maka saat itulah aku menang tapi jika hari ini aku lebih buruk dari kemarin maka saat itulah aku kalah.” Tegas Rio sembari menuju pintu keluar. Jawaban Rio membuat aku tertegun tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Dan sekarang aku sadar kalau aku kalah lagi dari Rio, pertama aku kalah karena prestasiku dan kedua aku kalah karena prinsip yang kuat yang dipegang teguh oleh Rio. 

1 komentar:

  1. Karya yg bagus maya,

    Mungkin perlu membaca ini agar lebih meneguhkan prinsip,

    https://tokohtokohduniaku.blogspot.co.id/2017/07/motivasi-laut-yang-tak-pernah-mengeluh.html

    BalasHapus